Rekan Jendra dari Merauke dan Jayapura

Di ujung timur Indonesia terdapat seuah pulau besar, Papua yang terbagi menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat. Papua tersusun dari 29 kabupaten/kota, salah satunya Merauke dan Jayapura dengan luas wilayah kisaran 300 ribu km2 dan berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Ibu kota provinsi ini berada di Jayapura. Sedangkan Papua Barat tersusun dari Kabupaten Fakfak, Kaimana, Manokwari, Manokwari Selatan, Maybrat, Pegunungan Arfak, Raja Ampat, Sorong, Tambraw, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Sorong Selatan, dan Kota Sorong dengan luas wilayah kisaran 140 ribu km2. Manokwari sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Papua Barat. 
Di kedua provinsi tersebut, ada beberapa lembaga yang memproduksi hasil bumi menjadi bahan pangan maupun kerajinan. Misalnya Merauke, terdapat IPMM (Ikatan Perempuan Muyu Merauke) dan Cuyam yang keduanya memiliki mimpi dapat meningkatkan produksi konsumsi sagu mereka. Sedangkan di Jayapura ada YPMD yang mulai memproduksi olahan cokelat dari biji kakao yang ada di sekitar Genyem, serta ORPA (Organisasi Perempuan Adat Nambloung) dengan fokus kerja pada peningkatan ekonomi masyarakat dengan produksi sagu dan noken.
IPMM merupakan kelompok perempuan dari Suku Muyu yang saat ini sedang mencoba mengembalikan semangat untuk berproduksi. Dulunya mereka membangun warung yang disebut Warung Kon. Warung tersebut menjual berbagai masakan yang digemari masyarakat. Namun karena berbagai hal, Warung Kon berhenti beroperasi beberapa tahun lalu. Sekarang Warung Kon memulai kembali dengan cara lain, yaitu memproduksi kue kering yang berbahan dasar sagu. Mereka menyadari bahwa masyarakat Papua tidak akan bisa lepas dengan sagu, walaupun sudah adanya intervensi bahan makanan pokok lain ke sana. Namun saat ini kecintaan terhadap sagu berkurang terutama pada anak muda. Hal ini menjadi dasar IPMM menyusun rencana membuat sesuatu untuk meningkatkan lagi kecintaan terhadap sagu. Benar saja, kue kering olahan Warung Kon telah digemari banyak orang. Hampir setiap hari ada pesanan kue kering ini, entah rasa original, rasa kacang, rasa cokelat, dan lain sebagainya. Selain itu seringkali mereka membuat olahan lain seperti pudding sagu pisang, maupun telur gabus yang tentu saja keduanya berbahan dasar sagu. Banyak hal yang masih akan mereka kerjakan dengan sagu. Hal tersebut mempertimbangkan agar perempuan Muyu dapat meingkatkan pendapatannya dengan jalan mengolah sagu. Sampai saat ini setidaknya 3 perempuan Muyu terbilang memiliki pendapatan yang lebih tinggi dengan bekerja mengolah sagu. Selain itu mereka juga mendapatkan tambahan pengalaman dan pembelajaran bagaimana menambahkan nilai pada bahan tertentu.
Cuyam dibentuk oleh 2 orang pemuda perempuan yang memiliki keinginan untuk mengenalkan kembali sagu sebagai makanan pokok mereka. Bernama Adriana dan Monic, mereka bersama-sama mengenalkan kembali sagu bakar kobace, resep sagu yang berasal dari Suku Yey yang ada di Kampung Poh, Merauke. Sagu tersebut kemudian diberi variasi sehingga lebih mudah diterima oleh lidah masyarakat masa kini. Penamaan kobace sesuai dengan bahan pembungkus sagunya, yaitu daun kobace, dari tanaman bambu-bambuan yang dapat hidup di rawa-rawa. Daun tersebut memberikan aroma khas ketika dibakar. Adriana dan Monic mulai mengenalkannya dengan berbagai macam media sosial mereka, ternyata respon masyarakat terhadap sagu kobace sangat bagus. Sehingga saat ini mereka rutin membuat sagu kobace sesuai dengan pesanan. Varian rasa yang mereka buat antara lain original, keju, cokelat, dan lain-lain. Sagu kobace adalah kombinasi sagu, air kelapa, dan kelapa muda, kemudian ditambahkan variasi sesuai dengan selera. Mereka tidak memiliki warung permanen, seluruh proses pembuatannya dilakukan di para-para kobace yang ada di halaman rumah Adriana. Tempat tersebut menjadi tempat produksi sekaligus berkumpul untuk berbagi cerita tentang apapun. Seperti pondok kecil yang beratapkan langit dan dinaungi oleh pohon mangga, sangat nyaman berada di sana.
Di Jayapura, tepatnya di Kabupaten Genyem ada ORPA yang sedang meningkatkan produksi konsumsi sagu dan noken. Seperti di Papua bagian utara pada umumnya, sagu diolah menjadi papeda dan berbagai macam sagu bakar. Sedangkan noken yang mereka buat, berbahan dasar 4 macam kulit kayu, yaitu kayu mahkota dewa, kayu melinjo, kayu swei, dan kayu pakwei. Mahkota dewa dan melinjo saat ini mereka budidayakan dan cara panennya adalah hanya sisi setengah sisi yang diambil kulit kayunya sehingga tidak perlu memotong keseluruhan kayu. Berbeda dengan swei dan pakwei yang hingga saat ini mereka mengambil dari hutan. Swei dan pakwei akan tumbuh secara alami di lahan bekas perkebunan. Hanya dalam usia 2 tahun saja sudah dapat dipanen yaitu dengan dipotong lalu diambil kulit kayunya.
Satu lagi dari Jayapura ada YPMD yang sedang berproses mengolah cokelat dari buah kakao yang dibudidayakan masyarakat sekitar. Olahannya menjadi bubuk cokelat, pasta, dan cokelat batangan. Selain itu mereka juga sedang memulai dengan mengolah lanjutan menjadi eskrim dan brownies. Biji kakao yang berasal di sana berasal dari tumbuhan yang sudah lama, yaitu sejak 1842 yang ditanam pada masa Belanda. Tumbuhan tersebut sempat tidak dimanfaatkan sehingga dibiarkan begitu saja karena masyarakat tidak bisa mengolahnya. Baru beberapa tahun lalu YPMD mencanangkan program kakao hingga dapat menjadi berbagai macam olahan saat ini. Maka dari itu, pendapatan masyarakat pemilik pohon kakao saat ini meningkat pendapatannya. 

Comments

Popular posts from this blog

SAGO THE PAPUA DIAMOND - SAGU BERLIAN PAPUA

Bunga Telang - Butterfly Pea Flower - Clitoria ternatea

Bondowoso di Bali