Mengenal Sagu sebagai Sumber Pangan yang Lain

Metroxylon sp. atau yang biasa kita kenal sebagai sagu adalah makanan pokok masyarakat Papua dan Maluku, terutama yang tinggal di daerah pesisir. Selain itu juga bagi msebagian masyarakat Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau. Penggunaan sagu untuk bahan konsumsi biasanya diolah terlebih dahulu menjadi pati sagu yang kemudian menjadi berbagai makanan yang siap saji. Masyarakat Papua biasa menggunakan pati sagu untuk membuat papeda. Di bagian merauke, masyarakat mengenal lempeng/broncong. Di tempat yang berbeda, sagu dikenal dengan berbagai jenis makanan, seperti sinoli, buburnee, dan bagea di Maluku, kapurung dan sinonggi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Rirange di Sangihe Talaud, laksa sagu di Riau, dan lain-lain.
Tepung Sagu Merauke teceria di JendraNath
Pati sagu berasal dari batang yang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya sehingga tersisa gelondongan batang sagu bagian dalam. Gelondongan tersebut kemudian dipotong-potong. Potongan tesebut dihaluskan atau diparut. Di masa lalu menggunakan alat yang sangat sederhana, namun saat ini sudah ada mesin pemarut bongkahan batang sagu. Dalam proses pemarutan juga ditambahkan air. Lalu hasil parutan tersebut diremas-remas agar pati yang dihasilkan semakin banyak. Setelah itu disaring agar ampasnya tidak tercampur, karena untuk mendapatkan patinya kita hanya butuh airnya saja. Air hasil perasan kemudian didiamkan agar patinya mengendap di bawah. Air dengan pati akan terpisah, airnya dibuang, endapan patinya diambil. Endapan pati tersebut akan berbentuk menesuaikan wadahnya, kemudian dihancurkan dan diremas-remas. Setelah itu dijemur selama 1-3 hari hingga benar-benar kering. Jika ingin mendapatkan pati yang lebih halus, kita bisa mengayaknya lagi dengan lubang yang kecil. Warna dari pati sagu akan berbeda-beda bergantung pada kandungan air dan jumlah cahaya matahari yang terserap ketika penjemuran.

Sagu Bakar Kobache dari Merauke 

Pati sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan beras putih sehingga bagus untuk dijadikan makanan pokok sehari-hari. Selain itu, kadar kalsium dan zat besi sagu juga lebih tinggi dibandingkan dengan beras. Alasan lain mengapa kita lebih baik mengkonsumsi sagu juga karena kandungan Indeks Glikemik (IG) yang terkandung di dalamnya merupakan kategori rendah sehingga baik untuk penderita atau untuk orang yang ingin menghindari diabetes dan obesitas. Menurut Bantacut 2011, masyarakat pesisir dengan pangan pokok berupa sagu menunjukkan kesehatan yang bagus, kuat, dan merupakan pelaut yang handal. 



Lempeng/Broncong dikenal di Papua
Salah satu tantangan yang kita hadapi saat ini adalah mengenai persoalan sosiologis, bahwa masyarakat beranggapan jika memakan sagu merupakan masyarakat kuno, tidak modern dan dekat dengan anggapan sebagai masyarakat miskin. Selain itu ada juga anggapan jika sagu itu sulit diolah dan membutuhkan waktu yang lama sehingga terkesan tidak praktis. Tantangan tersebut dapat diatasi dengan berbagai inovasi dengan bahan pokok pati sagu menjadi produk yang menarik dan mudah dibuat. Selain tantangan di atas, tantangan baru juga dalam hal penerimaan tubuh terhadap jenis makanan baru, terutama bagi masyarakat yang tidak berada pada daerah penghasil sagu. Kebiasaan mengkonsumsi nasi akan menjadikan tubuh sulit menerima sagu dengan rasa yang hambar, tekstur yang lengket, dan warna yang kurang menarik.

Pohon sagu dapat dipanen pada usia 2-3 tahun. Ciri dari pohon yang sudah siap panen adalah dari buah dan bunganya yang sudah tua. Pohon tesebut dapat tumbuh hingga 20-30 m dan dapat menghasilkan 150-300 kg sagu setiap pohonnya. Kondisi geografis Indonesia yang strategis menyimpan kekayaan sagu tersebut. Menurut artikel yang diunggah oleh Forest Watch Indonesia yang berjudul “Hasil Hutan yang Diabaikan: Sagu Nasibmu Kini” 55% tanaman sagu dunia tumbuh di Indonesia, dan Indonesia menempati posisi pertama dengan luas 1,5 juta ha yang mana 1,3 juta ha berada di Papua dan Papua Barat. Produktivitas pada satu juta hektar lahan yaitu 20-40 ton pati sagu, sedangkan untuk mendapatkan padi sejumlah 30 ton, kita memerlukan lahan seluas 12 juta hektar. Karakteristik pati sagu serupa dengan pati singkong, atau yang biasa kita kenal sebagai tapioka. Penyebaran pohon sagu yang tidak merata di seluruh Indonesia sehingga menyababkan masyarakat mengenal tapioka juga sebagai sagu. 


IG: @jendranath
FB: Jendranath Bali
Twitter: @jendra_nath
Youtube: JendraNath Bali

Comments

  1. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SAGO THE PAPUA DIAMOND - SAGU BERLIAN PAPUA

Bunga Telang - Butterfly Pea Flower - Clitoria ternatea

Bondowoso di Bali